BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Investasi merupakan penempatan sejumlah
dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang
(Halim, 2005). Salah satu bentuk investasi di pasar modal adalah saham.
Investor saham dapat mengharapkan return dalam bentuk dividen dan atau capital
gains. Dividen merupakan bagian laba bersih perusahaan kepada pemegang
saham, sedangkan capital gains merupakan selisih positif antara harga
perolehan saham dengan harga pasar saham. Gordon dan Lintner (Brigham dan
Houston, 2001) dalam Wahyudi dan Baidori (2008) menyatakan bahwa sesungguhnya
investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada
pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal (capital gain). Investor
umumnya menginginkan pembagian dividen yang relatif stabil karena dengan
stabilitas dividen tersebut dapat meningkatkan kepercayaan terhadap perusahaan,
sehingga mengurangi unsur ketidakpastian dalam investasi (Ang, 1997).
Tujuan perusahaan dari sudut pandang
manajemen keuangan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder.
Kartika Nuringsih (2005) menyatakan manajemen keuangan merupakan salah satu
fungsi stratejik yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan. Pengelolaan ini
ditujukan agar perusahaan mampu menghasilkan keuntungan untuk meningkatkan value
of the firm dan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Manajer keuangan
berusaha mengelola aset finansial perusahaan dengan menitikberatkan pada tiga
keputusan, yaitu keputusan finansial (financial decision), keputusan
investasi (investment decision), dan kebijakan dividen (dividend
policy).
Kebijakan dividen merupakan hal yang
penting karena bukan hanya meyangkut kepentingan perusahaan, namun juga
menyangkut kepentingan pemegang saham. Dalam kebijakan dividen ini diambil
keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang
saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna
pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Besar kecilnya dividen yang akan
dibayarkan oleh perusahaan tergantung pada kebijakan dividen masingmasing perusahaan,
sehingga pertimbangan manajemen sangat diperlukan. Semakin tinggi dividend
payout ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan
memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan.
Tetapi sebaliknya dividend payout
ratio semakin kecil akan merugikan para pemegang saham (investor) tetapi internal
financial perusahaan semakin kuat. Dividen payout ratio atau
kebijakan dividen pada hakikatnya adalah menentukan porsi keuntungan yang akan
dibagikan kepada para pemegang saham, dan yang akan ditahan sebagai bagian dari
laba ditahan (Sharaks, 2005) dalam Risaptoko (2007).
Manajerial dalam pembayaran dividen
mempertimbangkan faktor-faktor kebutuhan dana bagi perusahaan, likuiditas
perusahaan, kemampuan untuk meminjam, pembatasan-pembatasan dalam perjanjian
hutang, dan pengendalian perusahaan (Martono dan Harjito, 2005).
Menurut Robert Ang (1997), keuntungan
perusahaan atau faktor profitabilitas merupakan faktor
pertama yang biasanya menjadi pertimbangan direksi. Selain itu, direksi
juga mempertimbangkan prospek pertumbuhan usaha, posisi kas (likuiditas), aspek
hukum, dan keadaan pasar. Alli et. al (1993) seperti yang dikutip oleh Michell dan
Sofyan (2004) mengemukakan faktor yang mempengaruhi pembayaran dividen adalah
pertama, faktor peraturan yang membatasi besaran dividen yang dibayarkan (legal
retriction), kedua, posisi kas dan setara kas perusahaan terkait dengan likuiditas
perusahaan (liquidity position), ketiga, perusahaan yang baru tumbuh disebabkan
kebutuhan dana untuk aktivitas intern lebih besar daripada untuk aktivitas pendanaan
lain (absence or lack of other source of financing), keempat, ketidakstabilan
perusahaan akan menyebabkan sulitnya memprediksi laba di masa yang
akan datang, sehingga ketidakberanian manajemen menetapkan dividen yang besar
(earning predictability), kelima, pengawasan pemilik sebagai variabel
penentu kebijakan pembayaran dividen (ownership
control) dan yang terakhir adalah faktor inflasi.
Penelitian ini akan menguji
faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kebijakan manajemen mengenai jumlah
pembagian dividen. Faktor yang diduga berpengaruh dan dijadikan variabel bebas
dalam penelitian ini adalah Return On Asset, Debt to Equity Ratio,
Growth, Firm Size, dan Cash Ratio.
Profitabilitas merupakan faktor pertama
yang menjadi pertimbangan direksi dalam membayarkan dividen (Robert Ang (1997).
Profitabilitas perusahaan dapat diproksikan melalui Return On Asset (ROA).
Profitabilitas perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
Semakin tinggi profitabilitas perusahaan, maka semakin tinggi pula arus kas
dalam perusahaan, dan diharapkan perusahaan akan membayar dividen yang lebih
tinggi (Jensen, Solberg, dan Zorn, (1992) seperti dikutip Fitri Ismiyanti dan
Mahadwartha (2005). Kebijakan leverage yang diukur dengan Debt to
Equity Ratio (DER) mempengaruhi kebijakan dividen dengan hubungan negatif.
Prihantoro (2003) menyatakan bahwa debt to equity ratio (DER)
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang
ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar
hutang. Oleh karena itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan
perusahaan untuk membayar semua kewajibannya. Jika beban hutang tinggi, maka
kemampuan perusahaan untuk
membagi dividen akan semakin rendah,
sehingga DER mempunyai hubungan negatif dengan dividend payout ratio.
Holder, langler & Hexter (1998)
dalam Erna Susilawati (2000) menyatakan tingkat pertumbuhan pendapatan yang
tinggi mengindikasikan adanya kesempatan investasi yang tinggi yang membutuhkan
pendanaan, sehingga jika perusahaan harus membayarkan dividen, perusahaan harus
mencari dana dari pihak eksternal. Usaha mendapatkan tambahan dana dari pihak
eksternal ini akan menimbulkan biaya transaksi. Biaya transaksi yang tinggi
menyebabkan perusahaan harus berpikir kembali untuk membayarkan dividen apabila
masih ada peluang investasi yang bisa diambil dan lebih baik menggunakan dana
dari aliran kas internal untuk membiayai
investasi tersebut. Ukuran perusahaan
juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan pembayaran dividen.
Suatu perusahaan yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar
modal sehingga mampu memperoleh dana yang lebih besar dan perusahaan mampu
memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi (Michell Suherli dan Sofyan
S. Harahap, 2004).
Likuiditas perusahaan juga menjadi salah
satu pertimbangan dalam kebijakan dividen. Karena dividen merupakan arus kas
keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan,
semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Martono dan
Harjito, 2005). Mollah et al., (2000) dalam Risaptoko (2007) menunjukkan bahwa
posisi cash ratio merupakan variabel penting yang dipertimbangkan oleh
manajemen dalam dividen payout ratio. Perusahaan yang
menunjukkan kendala pembayaran (kekurangan
likuiditas) mengarahkan manajemen untuk membatasi pertumbuhan dividen (Sharaks
(2005) dalam Risaptoko (2007)).
Dengan kata lain, meningkatnya posisi cash
ratio juga akan meningkatkan pembayaran dividen.
Penelitian ini menggunakan perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2005-2008 sebagai obyek penelitian,
karena kelompok industri yang paling banyak membagikan dividen kepada pemegang
sahamnya adalah perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan
yang menjual produknya yang dimulai dengan proses produksi yang tidak terputus
nilai dari pembelian bahan baku dilanjutkan dengan proses pengolahan bahan baku
serta menjadi produk yang siap dijual dilakukan sendiri oleh perusahaan
tersebut sehingga sumber dana yang ada akan terikat lama pada aktiva tetap.
Perusahaan manufaktur lebih membutuhkan sumber dana jangka panjang untuk
membiayai operasi perusahaan mereka salah satunya dengan investasi saham yang
tentunya berhubungan dengan pembagian
dividen. Krisis global tahun 2008 berdampak
besar pada pertumbuhan sektor manufaktur. Sepanjang periode tahun 2005-2008,
sumbangan produk manufaktur cenderung menurun. Porsi ekspor manufaktur terhadap
nilai ekspor nasional turun dari 50 persen menjadi 42 persen (Kompas, 2010).
Krisis yang terjadi serta penurunan pertumbuhan sektor manufaktur diduga
mempengaruhi pembagian dividen oleh perusahaan. Berikut ini disajikan data
empiris mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini secara
rata-rata pada perusahaan sampel yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode 2005-2008.
No comments:
Post a Comment