Sunday, July 10, 2016

INDONESIA DAN HUKUM SYARI’AT ISLAM



Latar Belakang 
Allah SWT. menciptakan manusia di muka bumi untuk menjadi seorang khalifah atau pemimpin. Seorang pemimpin haruslah selalu berpedoman kepada kitabullah Al-Qur’anul kariim dan juga kepada al-hadits. Tentu saja system kepemimpinannya harus sesuai dengan hukum syari’at Islam.
Di negara Indonesia yang penduduknya terdiri dari berbagai suku dan agama menjadikan Indonesia tidak bisa menjadi negara Islam walaupun mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Sehingga system pemerintahan yang dianut pun bukan hukum syari’at Islam, melainkan berpedoman pada Pancasila.
Untuk beberapa golongan, hal ini dijadikan sebagai alat untuk menjatuhkan dan membangkang kepada Pemerintahan Indonesia.

Tujuan
Makalah yang disusun bertujuan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Pendidikan Agama Islam II. Selain itu, makalah ini juga disusun untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang pemahaman agama Islam bagi penulis maupun pembaca.

Makalah Kesetaraan Gender


1.1  Latar belakang
Dilihat dari latar belakang historisnya, konsep kesetaraan gender menurut Rowbotham sebenarnya lahir dari  pemberontakan kaum perempuan di negara-negara barat akibat penindasan yang dialami mereka selama berabad-abad lamanya. Sejak zaman Yunani, Romawi, Abad Pertengahan (the Middle Ages), dan bahkan pada “abad pencerahan” sekali pun,  barat menganggap wanita sebagai makhluk inferior, manusia yang cacat, dan sumber dari segala kejahatan atau dosa.  Hal ini pun kemudian memunculkan gerakan  perempuan barat menuntut hak dan kesetaraan perempuan dalam bidang ekonomi dan politik  yang  pada akhirnya dikenal dengan sebutan feminis. Kelahiran “feminisme” dibagi menjadi tiga gelombang, yakni feminisme gelombang pertama yang dimulai dari publikasi Mary Wollstonecraft berjudul “Vindication of the Rights of Women” pada tahun 1972, yang menganggap kerusakan psikologis dan ekonomi yang dialami perempuan disebabkan oleh ketergantungan ekonomi pada laki-laki dan peminggiran perempuan dari ruang publik. Setelah itu, muncul feminisme gelombang kedua  dengan doktrinnya yang memandang perbedaan gender sengaja diciptakan untuk memperkuat penindasan terhadap perempuan. Pada gelombang kedua inilah dimulai gugatan perempuan terhadap institusi pernikahan, keibuan (motherhood), hubungan lawan jenis (heterosexual relationship) dan secara radikal mereka berusaha mengubah setiap aspek dari kehidupan pribadi dan politik.  Terakhir adalah feminisme gelombang ketiga yang lebih menekankan kepada keragaman (diversity),  sebagai contoh ketertindasan kaum perempuan heteroseksual yang dianggap berbeda dengan ketertindasan yang dialami kaum lesbi dan sebagainya.